Flash

Jumat, 08 Juni 2012

Ritual Adat ‘’Nyelama’’ di ‘’Lauq’’ Ungkapan Rasa Syukur Para Nelayan




Pantai Tanjung Luar Kamis (7/6) pagi kemarin terlihat sangat ramai. Di sepanjang bibir pantai yang tidak jauh dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tanjung Luar Kecamatan Keruak Kabupaten Lombok Timur (Lotim), terlihat kerumunan massa yang tumpah ruah merayakan kegembiraan. Sementara laut dipadati ratusan perahu yang saling kejar-kejaran. Semua saling siram, bahkan warga sengaja 

membawa sejumlah peralatan untuk saling membasahi.
DEMIKIAN rangkaian ritual ala masyarakat Tanjung Luar yang dinamai nyelama’ di lauq atau nyelamak palabuang. Memasuki kawasan ini, sudah wajib hukumnya terkena siraman air laut. Tidak boleh ada yang marah. Tidak boleh ada tidak suka. “Ini adalah hari bersenang-senang,” terang Kepala Desa Tanjung Luar. Fahruddin Ali yang terlihat sudah basah kuyup.

Kepada Sumbawa Post, Kades Tanjung Luar itu menerangkan ritual adat Nyelama di Lauq merupakan ritual adat yang digelar lima tahun sekali. Ritual itu sudah menjadi tradisi masyarakat Tanjung Luar. Asal muasal ritual tersebut kata Fahruddin Ali bentuk syukuran merayakan kemenangan perang melawan musuh. Karenanya, ketika ritual berlangsung tidak diperkenankan nelayan melaut menangkap ikan.

Rangkaian kegiatannya, sebelum puncak acara dengan aktivitas siram-siraman air laut itu dilakukan kegiatan pemotongan kerbau. Kepala kerbau kemudian dilarung ke laut. “Jadi ini murni kegiatan adat, bukan bida’ah yang bertentangan dengan agama. Ketentuan agama sendiri, adat sendiri,” tegasnya.
Ditambahkan, ritual adat yang dilangsungkan sebelum melarung kepala kerbau yang telah disembelih sebelumnya dilakukan kegiatan arak-arakan keliling kampung. Membawa kerbau yang telah dihias. Rangkaian kegiatannya hingga tiga hari. Malam dari kegiatan puncak acara itulah kemudian kerbau di sembelih. Keesokan harinya, dilanjutkan dengan kegiatan ritual melarung kepala kerbau ke laut yang dirangkai dengan sebuah atraksi adat. Sementara, daging kerbaunya dibagi-bagikan ke masyarakat miskin.
Dalam ritual adat tersebut dikeluarkan berbagai senjata berupa tombak, keris dan peralatan lainnya. Ada juga tokoh adat yang terlihat kedongkoang (kesurupan). Saat kedongkoang itulah semua bahasa bisa diketahui.

Menurut Kades Tanjung Luar, sebetulnya ketika dilaksanakan kegiatan Nyelama di Lauq itu sangat ramai. Se desa Tanjung Luar semua saling siram. Tidak saja di pantai, di sepanjang jalan menuju lokasi pun terlihat warga yang saling siram. Jika tidak ingin basah oleh air laut, maka jangan coba-coba masuk ke lokasi ritual syukuran adat itu. Karena secara tiba-tiba, air mengguyur.
Tidak terkecuali sejumlah awak media yang meliput kegiatan tersebut. Jika tidak diberitahukan sebelumnya oleh Kepala Desa agar wartawan yang membawa kamera jangan di siram, maka semua pasti kena siram air laut. Dimana, semua warga yang melihat orang yang belum basah langsung diburu.     

Minim Perhatian Pemerintah
Ramainya kegiatan ritual adat Nyelama di Lauq itu sangat disayangkan tidak di dukung oleh pemerintah. Dimana, terlihat tidak ada satupun pejabat pemerintah yang hadir menyaksikan ritual adat yang menjadi salah satu kekayaan budaya Lotim tersebut.

Kepala Disbudpar Lotim, Gufranudin dikonfirmasi membantah kalau pemerintah kurang perhatian. Katanya kegiatan tersebut terlambat diketahuinya. Masyarakat menggelar kegiatan tersebut melayangkan surat sehari sebelum digelar kegiatan tersebut.

Mengetahui ada ritual adat yang menambah khasanah budaya Lotim, ke depan dijanjikan Kadis Budpar Lotim akan dijadikan event pariwisata rutin. Tidak sekali dalam lima tahun, namun diharap bisa sekali dalam setahun. 

Disampaikan Gufranudin, kegiatan ritual adat Nyelama di lauq merupakan akulturasi budaya Sasak dengan budaya dari Makassar, Sulawesi. Disadari menjadi kekayaan,nyemala di lauq ini merupakan akulturasi budaya Sasak dengan suku Mandar dan suku lain di wilayah Sulawesi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar