Flash

Rabu, 06 Juni 2012

Pecabutan Mitan Subsidi Pemprov NTB Surati Pemerintah Pusat




Mataram, SUMBAWA POST -
Pencabutan mitan subsidi di Pulau Lombok sejak 1 Juni 2012 lalu dinilai masih kurang tepat. Pasalnya, walaupun konversi mitan ke LPG di pulau Lombok sudah diklaim seratus persen tetapi infrastruktur berupa SPBE khususnya di Lombok Tengah dan Lombok Timur hingga kini belum beroperasi. Sehingga dikhawatirkan akan terjadi gejolak jika mitan ditarik seratus persen.

Demikian dikatakan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) NTB, Ir. H. Eko Bambang Sutedjo, MM usai bertemu Asisten II (Ekonomi dan Pembangunan) Setda NTB, H. Abdul Haris, M.Sc terkait mitan subsidi Rabu (6/6) siang kemarin.”Pada dasarnya Pemprov juga menginginkan mitan jangan dicabut seratus persen. Dan sekarang Pak Asisten sudah menyiapkan surat ke pemeirntah pusat untuk tetap ada mitan subsidi,” ungkap Eko.

Ia menjelaskan setidaknya kuota mitan subsidi untuk Pulau Lombok sebesar 50 KL per bulan jangan dicabut seratus persen. “Dalam surat pemprov itu yang diusulkan sebanyak 30 KL. Pokoknya jangan dicabut 100 persen lah,” harapnya. Diketahui, sejak 1 Juni lalu Pertamina sudah mencabut/menyetop mitan subsidi khusus untuk pulau Lombok karena dianggap konversi mitan ke LPG sudah seratus persen. Untuk menghindari subsidi dobel maka mitan subsidi harus dicabut, selanjutnya mitan yang beredar di pulau Lombok adalah mitan non subsidi.

Menurut Eko, alasan pemprov bersurat ke pemerintah pusat agar mitan subsidi tidak dicabut seratus persen adalah belum operasionalnya SPBE (Stasiun Pengisian bahan Bakar Elpiji) yang berada di Lombok tengah dan Lombok Timur. “Itu intinya karena infrastruktur SPBE belum semuanya operasional,” kata Eko sambil menjelaskan surat permintaan pemprov NTB tersebut sedang diproses di Biro Ekonomi dan selanjutnya ditandatangani oleh Gubernur NTB dan  dikirim ke pemerintah pusat.

Sementara itu, terkait dengan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi bagi kendaraan dinas instansi pemerintah, BUMN dan BUMD dilakukan bertahap. Saat ini, kata Eko ketentuan pelaksanaannya masih di wilayah Jabodetabek per 1 Juni dan wilayah Jawa-bali per 1 Agustus mendatang.  “Nah provinsi lain diluar itu  masih menunggu keputusan menteri,” sebutnya.

Eko menjelaskan pengendalian pemakaian BBM bersubsidi tersebut terdiri dari tiga tahapan. Meliputi tahap kewilayahan, waktu dan jenis termasuk jumlah dan kuotanya. Salah satu yang menjadi pertimbangan, katanya harus disiapkan infrastrukturnya terlebih dahulu baru bisa diterapkan kebijakan tersebut. Diketahui, untuk SPBU yang menyediakan pertamax di NTB saat ini hanya ada di Pulau Lombok. Sedangkan untuk pulau Sumbawa belum ada satupun SPBU yang menyediakan bahan bakar pertamax.
Terhadap kebijakan ini juga kata Eko pemerintah daerah cukup khawatir juga pasalnya akan semakin menjadi beban pemerintah daerah. Dengan kebijakan ini, katanya berarti daerah yang akan menanggung subsidi sebab diharuskan beralih menggunakan bahan bakar pertamax yang harganya dua kali lipat harga premium.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar