Flash

Jumat, 04 Mei 2012

Subsidi BBM Membengkak Hingga Rp 234,2 Triliun


Jakarta, SUMBAWA POST, -
Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan subsidi bahan bakar minyak (BBM) dapat membengkak hingga Rp 234,2 triliun, jika harga ICP minyak bertahan pada kisaran 119 dolar AS per barel dan konsumsi mencapai 42 juta kiloliter.
"Dengan harga ICP 119 dolar AS per barel dan volume meningkat hingga 42 juta kiloliter, maka subsidi BBM yang ditetapkan Rp 137,5 triliun akan menjadi Rp 234,2 triliun," ujarnya dalam pemaparan di Jakarta, Jumat kemarin. Menurut Hatta, subsidi listrik juga akan meningkat, dari yang ditetapkan dalam APBN-Perubahan 2012 sebesar Rp 65 triliun, menjadi Rp 75 triliun.
Untuk itu, lanjut dia, pemerintah memutuskan untuk melakukan lima program pengendalian BBM bersubsidi agar defisit anggaran tetap terjaga pada kisaran 2,23 persen. Kebijakan tersebut harus dilakukan karena terjadi ketidaksesuaian antara asumsi yang membentuk postur APBN-Perubahan dengan situasi yang terjadi saat ini, terutama dengan adanya pembatalan kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 1.500 per liter.
"Postur didesain dengan skenario ada kenaikan Rp 1.500 per liter, sehingga semua belanja, pendapatan dan pengeluaran dikaitkan dengan ini. Dalam pelaksanaannya, ternyata kita tidak menaikkan harga jual BBM. Oleh sebab itu harus ada sejumlah langkah yang dilakukan," ujar Hatta.
Hatta menjelaskan, program pengendalian tersebut adalah pemerintah melakukan program konversi Bahan Bakar Gas (BBG) karena kebijakan strategis ini akan bermanfaat dalam jangka panjang. "Indonesia masa depannya ada di gas. Ada atau tidak ada kenaikan harga minyak dunia, maka strategi mendorong konversi kepada penggunaan gas harus dipercepat," ujarnya.
Kemudian, lanjut Hatta, seluruh kendaraan berpelat merah yang dimiliki oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN maupun BUMD diharapkan mulai menggunakan pertamax dan tidak diperkenankan menggunakan premium serta solar bersubsidi.
"Di daerah yang belum memiliki pertamax dilakukan secara bertahap. Ini gerakan penghematan dan menunjukkan komitmen pemerintah untuk melakukan upaya penghematan dengan tidak menggunakan energi subsidi," katanya.
Selain itu, Hatta menambahkan seluruh perusahaan pertambangan dan perkebunan yang terbukti menggunakan BBM bersubsidi, tidak boleh lagi menggunakan premium dan solar bersubsidi. "Mereka perusahaan komersil, maka kita melakukan pelarangan tidak boleh lagi menggunakan BBM bersubsidi. Disini BPH migas dan pemerintah daerah harus bekerjasama untuk melakukan pengaturan dan pengawasan," ujarnya.
Menurut Hatta, di masa mendatang PT. PLN juga tidak diizinkan untuk membangun pembangkit listrik berbahan bakar minyak dan wajib menggunakan bahan bakar berbasis batubara atau hydro power. "PT PLN dilarang membangun pembangkit bahan bakar minyak, agar tidak menambah beban kuota dan didorong untuk menggunakan bahan bakar dari daerah seperti hydro power maupun micro hydro serta mengembangkan geothermal," katanya.
Terakhir, lanjut Hatta, semua kantor pemerintah dan BUMN diharapkan melakukan gerakan penghematan terukur terkait penggunaan listrik dan air dibawah pengawasan inspektorat kementerian terkait.
"Kita dulu pernah berhasil melakukan ini pada 2008 dengan penggunaan listrik dan BBM dilaporkan mengehmat hingga 20 persen," katanya. Hatta memastikan kebijakan tersebut harus dijalankan secara konsisten karena pemerintah tidak berpikir untuk menaikkan harga BBM bersubsidi hingga akhir tahun.
"Kita harus berpikir bahwa sampai akhir tahun tidak ada kenaikan harga BBM. Karena kita tidak tahu pasal 7 ayat 6a itu kapan akan terpenuhi. Makanya kita asumsikan fiskal kita harus tetap selamat," katanya.
Namun, Hatta mengatakan pemerintah tidak memilih opsi untuk melakukan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi bagi kendaraan pribadi berdasarkan kapasitas mesin karena itu bukan kebijakan yang memadai dalam jangka panjang.
"Data menunjukkan kendaraan 1500 cc ke atas sebagian sudah memakai pertamax. Oleh karena itu bukan opsi yang baik untuk bangsa kita ke depan. Lagipula pola pembatasan tidak sukses karena banyak negara yang gagal dalam implementasinya," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar