Flash

Jumat, 04 Mei 2012

Menyibak Gelombang Rotasi Pemprov NTB Mutasi Terbesar Setelah 2004


Gelombang mutasi terbesar sejak kepemimpinan Dr. TGH. M. Zainul Majdi, MA dan Ir. H. Badrul Munir, MM (BARU), terjadi Jumat (4/5) kemarin. Besarnya jumlah pejabat yang digeser menimbulkan kesan gubernur ingin melakukan perubahan drastis.
TAK kurang dari 242 orang pejabat yang terdiri dari 22 orang eselon II, 80 orang eselon III dan 140 orang eselon IV terimbas oleh perubahan besar – besaran yang ingin dilakukan gubernur terhadap tubuh birokrasi yang berada di bawah kendalinya.
Berbagai spekulasi mencuat seiring besarnya jumlah pejabat yang digeser dalam mutasi kemarin. Di satu sisi, mutasi tersebut dianggap sebagai pertanda bahwa gubernur ingin mendorong peningkatan kinerja, penyegaran dan kaderisasi di jajaran birokrasinya.
“Gubernur ingin benar – benar mempercepat perwujudan visi misi dan program sebelum akhir masa jabatan, sekaligus untuk kampanye,” ujar akademisi IAIN Mataram, Dr. Kadri, M.Si, Jumat kemarin. Hanya saja, Kadri juga mengingatkan perlunya kontrak kinerja agar kinerja para pejabat yang dilantik dapat terukur agar punya dasar untuk memberikan punishment and reward (penghargaan dan sanksi).
Meski demikian, di sisi lain, mutasi massal ini juga memunculkan sinyalemen bahwa gubernur mungkin saja memendam ketidakpuasan atas kinerja jajarannya selama ini. Sinyalemen ini dibenarkan Kadri. “Saya kira iya, jadi tidak puas terhadap kinerja, sementara waktu tidak lama lagi,” ujarnya melalui pesan singkat.
Anggota Komisi II DPR RI (Bidang Otonomi Daerah), Ir. H. Nanang Samodra, KA, M.Sc enggan mengomentari berbagai sinyalemen yang berkembang soal mutasi tersebut. Namun, seingat Nanang, mutasi sebesar ini terakhir kali terjadi pada 2004 silam. “Waktu itu ada pejabat yang dilantik padahal sudah meninggal,” ujarnya.
Nanang lebih banyak memberikan solusi soal kelebihan jumlah pegawai di NTB. Menurutnya, persoalan itu bisa diatasi dengan cara menggeser para pegawai berlatar belakang tenaga fungsional ke bagian yang lebih membutuhkan. Misalnya, tenaga administrasi yang jumlahnya berlebihan di NTB bisa digiring menjadi tenaga guru dan medis yang saat ini memang sedang dibutuhkan karena jumlahnya kurang.
“Kan kita kekurangan guru dan tenaga medis. Jadi kalau guru kembalikan ke guru. Tenaga medis kembalikan ke tenaga medis. Jangan ditarik ke bagian administratif,” sarannya.
Dikonfirmasi terpisah, Anggota Komisi I DPRD NTB, Drs. Noerdin H. M. Yacub, menegaskan bahwa mutasi besar – besaran seperti kali ini sah – sah saja karena merupakan kewenangan gubernur. “Itu hak beliau. Jadi itu yang sudah pasti. Hak prerogatif. Itu kita tidak bisa menolak karena bunyi undang – undang seperti itu,” ujarnya.
Hanya saja, Noerdin juga mengingatkan gubernur tentang bunyi pasal 17 ayat 2, Undang – undang 43 tahun 1999 tentang perubahan atas undang – undang nomor 8 tahun 1974 tentang pokok – pokok kepegawaian.
Menurutnya, pasal itu mengatur bahwa pengangkatan PNS dalam suatu jabatan, dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme, sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu beserta syarat – syarat objektif lainnya.
Noerdin menambahkan, syarat – syarat objektif lain yang dimaksudkan adalah mutasi tersebut dilakukan tanpa membedakan jenis kelamin, suku,agama, ras atau golongan. “Jadi ini memang hak beliau tapi pasal 17 itu juga harus diperhatikan. Mungkin di situ persoalannya,” tandas Ketua PPRN NTB ini.
Menurut Noerdin, kepala daerah, gubernur maupun bupati wali kota adalah pejabat politik. Pengangkatannya juga melalui proses politik. Karenanya, dalam setiap kebijakannya biasanya selalu memiliki dua dimensi yaitu dimensi politik dan pencapaian visi misi pemerintah daerah.
Ia meyakini, seorang pejabat politik, apalagi yang juga memimpin partai politik, biasanya akan menyertakan pertimbangan politik dalam kebijakan yang diambilnya. “Tentu rekrutmen pejabat ini ada pertimbangan yang bersifat politik, dalam rangka suksesi politik. Di samping suksesi visi misi pemda. Jadi ada dua sisi : politik dan visi misi pemda tadi,” tandasnya sembari mengingatkan bahwa dua aspek tersebut kadang kala berbenturan.
Ketua Komisi I DPRD NTB, Drs. H. Ali Achmad yang dikonfirmasi Suara NTBmengingatkan bahwa kewenangan untuk melakukan mutasi merupakan hak gubernur selaku kepala daerah. Namun ia meyakini bahwa mutasi kali ini tampaknya adalah awal dari reformasi birokrasi yang dilakukan gubernur. “Sikap dari beliau ini dalam rangka reformasi birokrasi sehingga tercapai visi misi  saat menjadi calon gubernur dulu,” ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar